Business

Penundaan Buku Sejarah Resmi dan Isu “Historical Amnesia”

Buku sejarah resmi

Pendahuluan

Mushroomstoreusa.com – Penulisan sejarah selalu menjadi topik sensitif di berbagai negara, termasuk Indonesia. Baru-baru ini, rencana peluncuran buku sejarah resmi nasional di tunda setelah menuai kontroversi. Penundaan ini di picu oleh kekhawatiran publik mengenai adanya upaya selektif dalam narasi sejarah, terutama terkait peristiwa penting seperti tragedi 1965–66, reformasi 1998, dan dinamika politik masa lalu. Fenomena ini kemudian memunculkan istilah “historical amnesia”, yaitu kondisi ketika bagian-bagian penting dari sejarah cenderung di hapus atau di abaikan.


Latar Belakang Penundaan Buku Sejarah Resmi

Pemerintah awalnya merencanakan penerbitan buku sejarah resmi untuk digunakan di sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan. Buku ini di harapkan menjadi referensi tunggal dalam pembelajaran sejarah nasional. Namun, draf awal yang beredar memicu kritik dari sejarawan, akademisi, hingga aktivis HAM.

Sejumlah pihak menilai, ada indikasi penyusunan ulang narasi sejarah yang lebih menonjolkan aspek tertentu, tetapi mengabaikan fakta lain yang tak kalah penting. Kekhawatiran utama adalah bahwa generasi muda justru akan mendapatkan gambaran sejarah yang tidak utuh, bahkan bias terhadap kepentingan politik tertentu.


Isu “Historical Amnesia”

Istilah “historical amnesia” di gunakan untuk menggambarkan fenomena ketika negara atau pihak berkuasa cenderung “melupakan” peristiwa traumatis atau kontroversial dalam sejarah. Dalam konteks Indonesia, beberapa isu yang di anggap rawan di lupakan antara lain:

  1. Tragedi 1965–66 – Peristiwa kelam yang menewaskan ratusan ribu orang sering kali di sampaikan secara sepihak.
  2. Krisis 1998 – Gelombang reformasi yang menjatuhkan rezim Orde Baru di anggap rentan di reduksi dalam narasi tertentu.
  3. Pelanggaran HAM – Peristiwa konflik Aceh, Papua, hingga kerusuhan Mei 1998 juga di khawatirkan tidak di muat secara utuh.

Bila peristiwa-peristiwa ini di abaikan, masyarakat berisiko kehilangan kesadaran kritis terhadap perjalanan bangsa, dan sejarah berubah menjadi sekadar alat legitimasi politik.


Dampak Penundaan dan Kontroversi Buku Sejarah Resmi

Penundaan peluncuran buku sejarah resmi tidak hanya berdampak pada dunia pendidikan, tetapi juga pada wacana publik yang lebih luas. Beberapa implikasinya antara lain:

  • Krisis Kepercayaan
    Masyarakat menjadi skeptis terhadap pemerintah dalam upaya menulis sejarah secara objektif.
  • Diskusi Akademik Meningkat
    Para akademisi dan sejarawan semakin aktif mendiskusikan perlunya narasi sejarah yang inklusif.
  • Potensi Politisasi
    Ada kekhawatiran bahwa buku sejarah bisa menjadi alat legitimasi politik untuk memperkuat citra rezim tertentu.
  • Generasi Muda Kehilangan Perspektif
    Jika sejarah tidak di tulis secara utuh, generasi penerus bisa kehilangan kesempatan memahami dinamika bangsa secara menyeluruh.


Pentingnya Sejarah yang Objektif

Sejarah bukan hanya catatan masa lalu, tetapi juga fondasi bagi identitas dan masa depan bangsa. Oleh karena itu, penyusunan buku sejarah harus dilakukan secara objektif, transparan, dan melibatkan banyak pihak.

Prinsip yang perlu dijaga dalam penyusunan sejarah resmi adalah:

  1. Inklusivitas – Semua peristiwa penting, baik positif maupun negatif, harus diakui.
  2. Transparansi – Penyusunan harus melibatkan sejarawan independen dan akademisi lintas perspektif.
  3. Kritis – Memberikan ruang bagi siswa dan masyarakat untuk berpikir kritis, bukan sekadar menerima narasi tunggal.
  4. Keseimbangan – Menghadirkan fakta sejarah tanpa menutup-nutupi, sekaligus menjaga nilai persatuan bangsa.


Kesimpulan

Penundaan buku sejarah resmi Indonesia membuka perdebatan penting tentang bagaimana bangsa ini memahami masa lalunya. Isu “historical amnesia” menjadi pengingat bahwa melupakan peristiwa kelam justru dapat mengulang kesalahan yang sama di masa depan.

Sejarah seharusnya menjadi cermin untuk belajar, bukan sekadar dokumen formal yang melanggengkan kekuasaan. Dengan keterbukaan, inklusivitas, dan keberanian menghadapi masa lalu, buku sejarah resmi dapat menjadi alat edukasi yang benar-benar mendidik dan memperkuat demokrasi